Rabu, 10 Juli 2013

catatan awal



SENDIRI
Oleh: Dayang Fadzillah

          Hembusan angin menjadi temanku dalam suasana sunyi siang itu. Menyendiri aku duduk di bawah pohon mahoni yang teduh sambil menulis kata-kata yang tak padu. Tulisan ini hanya mengalir sejalan dengan apa yang kupikirkan kala itu. Tanpa sadar sesekali aku melamun. Dibalik setianya hembusan angin yang menemaniku duduk sendiri ternyata ia bawakan sebuah kabar yang dititipkannya pada sehelai daun kering yang baru saja gugur dan jatuh mengenai kepalaku hingga lamunan itu tiba-tiba hilang.
“Day, ngapain disitu? Memangnya gak ada guru ya?”, teriak Bella salah satu teman dekatku yang terbilang cukup harus dengan pertimbangan bila kita beradu argument dengannya.
“Iya, Bel. Pak Yudi gak masuk hari ini.”
“Jadi ngapain diluar sendirian gitu?”
“Oh, ini aku cuma cari angin aja, panas kali di kelas.”
“Day, nanti kalau ada guru yang masuk, sms aku ya!”
“Lho, mau kemana lagi Bel?”
“Kantin”
“Sendirian?”
“Nggak, sama Os.”
Suasana kembali sepi ketika Bella kembali pergi. Akupun kembali melanjutkan tulisan yang setelah kubaca ulang, ternyata yang kutulis banyak dari potongan-potongan lirik lagu yang menggambarkan apa yang aku pikirkan. Kembali menulis masih dengan kawan yang sama, angin.
“Day kok sendirian? Mana Bella?”, tanya Randa yang berjalan menghampiriku dan diikuti bidadarinya yang mengekor dibelakangnya.
“Di kantin, sama Os.”
“Jadi dari tadi disini? Kupikir pergi sama Bella.” sahut perempuan cantik yang berdiri di belakang Randa.

Sesaat, sendiri itu kini berubah menjadi tiga kawanan. Tetapi tetap saja ganjil. Temanku juga msih sama, angin. Ya, karena baik Randa maupun Putri tetap saja asik berdua. Menurutku mereka pasangan yang terbilang unik, karena terkadang tiba-tiba Randa marah dan merajuk gak jelas ke Putri cuma gara-gara Putri gak dengar Randa memanggilnya. Kalau sudah terlanjur marah begitu, Putri tetap saja menyikapinya dengan tenang atau merespon baik emosi sesaat itu dengan cubitan-cubitan kecil tanda sayang.
“Day, kau gak bosan dari tadi disini? Aku aja yang yah paling baru lima menit disini, udah ngerasa suntuk.”
“Kan ada Putri, Ran. Aku sih nggak bosan.”
“Tapi kan gak ada yang bisa dikerjain, Day.”
“Nih, nulis.”
“Itukan memang kerjaanmu dari kemarin di kelas. Apa sih itu? rasanya gak kelar-kelar.”
“Emang gak akan kelar, orang aku cuma nulis-nulis sembarangan aja.”
“Mending kita susul Bella ke kantin, yok.”
“Nggak ah, kalian aja. Sekalian ajak Sisil tuh!”
“Aku traktir lah, beneran ayo.” Randa mengajakku dengan sedikit paksaan. Dia tau betul aku orang yang paling susah untuk menolak traktiran. Tapi sayang Ran. Ajakanmu harus kutolak hari ini.
“Gak usah, Ran. Aku udah kenyang, tadi baru aja makan kue risolles sisa jualanku.”
“Day, kenapa? Ada masalah?” tanya Putri.
“Nggak kok, Put. Aku lagi gak mood pergi ke kantin. Masih pengen disini. Kalau mau ke kantin, yaudah gapapa. Ntar  si Randa merajuk gak jelas lagi loh.”
“Ah, gak mau. Ayo ikut!”
“Iya iya. Tapi nanti kalau aku udah bosan ya.”
“Yah, sama aja nggak mau namanya. Ish, udah ayo ke kantin.” Putri benar-benar memaksa dengan menarik tanganku agar aku bangkit.
Untuk kali ini aku harus berdiri dan bilang,”Kalian diluan aja, nanti aku susul. Insyaallah.”
Alhasil, mereka pergi menyusul Bella tanpaku dengan terlebih dahulu kembali ke kelas dan mengajak Sisil. Bisa kulihat rona senang dan berseri-seri dan keempat teman dekatku itu. Termasuk Sisil yang biasanya juga ikut duduk disini, tapi hari ini dia hanya duduk di bangku kelas karena katanya ia sedang sakit perut.
Ternyata dengan diajak ke kantin bareng Randa, sakit perut Sisil sembuh. “Apa dia kelaparan ya dari tadi?” tapi perasaan tadi kutanya, katanya dia sudah makan. Atau “apa karena dia juga mau ditraktir?” setauku, Sisil bukan tipe orang yang suka gratisan macam aku.  Pikirku yang menebak-nebak keadaan menggelikan itu.
Sejenak aku bangkit dari tumpukan bata yang dibalut semen yang dari tadi kududuki, menuju kelas. Keadaan masih seperti biasa kalau sedang tidak ada guru. Dan sama sekali tidak ada pemberitahuan hasil ujian yang harus mengulang dan biasa dititipkan pada ketua kelas. Akupun kembali pada bangku semen dengan dipayungi pohon mahoni yang teduh. Meski tak banyak yang kulakukan dari tadi, tapi keadaan ini bisa ku baca. Tak lama kemudian, Mirza lewat di depanku dan pergi menuju kantin mungkin menemui Sisil, pacarnya Hembusan angin yang membawa maksud hari ini. Itulah mengapa aku menolak ajakan mereka.
Sehari sebelumnya, memang mereka telah membicarakan tentang rencana tempat kunjungan liburan yang kurang lebih seminggu lagi. Mereka juga sempat menanyakan pendapatku. Tapi aku hanya berbicara seadanya dan selalu bilang “tempat itu bagus, tempat yang itu juga bagus.” Dan kalau mereka udah ngumpul gitu, tinggal tentukan waktunya saja.
Aku menyayangi mereka, dan menghargai betul sikap kesetiakawanannya. Benar-benar aku tak ingin merusak acara seru mereka, dan membuat mereka kembali memiliki kesan merasa gak enak denganku. Mereka juga ingin aku ikut pergi bersenang-senang. Tapi bagiku sama sekali tidak ada senangnya. Untuk itu kemudian salah satu dari mereka biasanya bilang, “ajak aja si ini, atau si itu”. Atau terkadang mereka mencoba membuat aku yakin dengan perkataan, “tenang, Day. Kita kan sama-sama, jadi gak mungkin kami biarin Dayang sendiri.”
Sudah kebal aku mendengar perkataan-perkataan itu, tapi tetap saja hati kecil tak bisa sembunyi dari keadaan ingin seperti mereka yang selalu bersenang-senang. Tapi biasanya aku orang terakhir yang diajak karena rata-rata ajakan itu selalu ku tolak. Bagaimana mungkin pertemanan bisa disamakan dengan percintaan. Tentu sangat jelas berbeda, dari suasana hangatnya canda tawa seorang teman akan berubah menjadi suasana saling terikat perasaan dengan manisnya rayuan sang kekasih pada bidadari pengisi hatinya.
Kita tidak harus menjadi mentari yang terus selalu MENGHADIRKAN kehangatan dan kebahagian untuk siapa saja. Tapi dengan kita MEMAHAMI, kita telah menjadi sedikit bagian dari sinar mentari yang memberikan kebahagiaan. Biarkan orang lain menikmati kebahagiaan mereka dengan puas.
Lalu aku kembali pada pekerjaan semula, mengoret-oret kertas dengan pena, menuliskan kata-kata sok puitis dan terkadang potongan lirik lagu yang terbesit dipikiran yang sesuai dengan keadaanku kala itu.
Kini hembusan angin kembali menghampiriku berbisik tentang kabar gembira. Sendiri itu memang tidak selamanya menyenangkan, tapi akan menjadi anugrah bila kita bersabar mendapatkan teman sekaligus malaikat penjaga yang  yang benar-benar mencintai dan melindungi kita dengan tulus.  J
July, 6th 2013
 
tema: untuk seseorang yang masih sendiri atau baru patah hati